Islam Agama Perdamaian

Sepertinya ikut nimbrung dan mengomentari teori studi agama bukan wilayah saya yang seorang penjual kopi keliling dan dianggap sebagai underdog (biar keren saya meminjam istilah Karl Marx, hehehe). Akan tetapi jika kita benar-benar menggaungkan arti sebuah demokrasi, maka tidak ada salahnya jika saya yang bukan siapa-siapa ini sedikit berbagi pengalaman. Dalam sebuah diskusi bersama dua guru besar dari dua universitas berpengaruh di dunia, yaitu Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan University of Wina Austria. Ada hal menarik yang perlu saya tuangkan dalam catatan kecil ini ini, sehingga menjadi sebuah pijakan yang mampu dibaca oleh ikhwan dan saudara-saudara kita umat Islam dalam merepresentasikan atau mungkin mempresentasikan nilai-nilai luhur dari Islam, yaitu perdamaian.

Pengertian Islam yang secara etimologis adalah selamat, berarti memberikan konotasi pada sebuah pernyataan yang mengarah pada perdamaian, karena inti dari keselamatan itu adalah damai, aman dan sentosa. Hal inilah yang kemudian menggugah hati Profesor Rudiger Lohlker, seorang profesor Studi Agama Islam di Wina, Austria untuk melakukan kajian secara teoritis dan penelitian secara empiris terhadap Islam.

Selain karena faktor makna etimologis di atas, Profesor Rudiger juga ingin mengubah persepsi sebagian besar masayarakat Eropa tentang Islam terutama di Wina sendiri, mengingat Islamphobia saat ini menjadi sebuah embrio dan momok yang menakutkan, bahkan jika dihadapkan pada dialog tentang Islam, maka masyarakat di Wina seolah-oleh dihadapkan pada sebuah agama yang mempunyai nilai-nilai ekstrimis fundamentalis orang-orang barbar.Berangkat dari fenomena itu juga, maka makna kalimat Allahu Akbar yang semestinya mempunyai sakralitas tinggi di dalam wilayah Islam,mereka anggap sebuah mantera yang dirapal oleh algojo tatkala mengeksekusi korbannya.

Memang, untuk mengubah mindset di atas bukanlah hal yang mudah, diperlukan sebuah paradigma baru dalam berdakwah, baik di dunia nyata, terlebih di dunia maya. Menurut riset yang dilakukan oleh lembaga studi Islam di Universitas Wina, kecenderungan orang Eropa dalam mempelajari Islam identik dengan aktivitas browsing, yaitu dengan membuka situs-situs yang ada di Internet. Hal itulah yang kemudian menjadi Acut Complication, di mana pada kenyataannya justru Islam yang mengajarkan paham radikalisme yang menjadi top rate di mesin Google. Oleh karena itu, mungkin karena faktor inilah a priory yang bersifat stereotype itu muncul, sehingga penilaian tentang Islam kembali disimpulkan pada hal-hal yang tidak bersifat objektif.

Jika dikaitkan dengan metode dialogdalam menyampaikan dakwah Islam menurut perspektif al-Qur’an, baik itu dalam konteks lisan dan tulisan, setidaknya dijumpai sitem komunikasi yang menjadi kata kunci dari hakikat Islam itu sendiri. Menurut Dr. KH. Zakky Mubarak, MA yang juga dosen pascasarjana MPK Agama Islam Universitas Indonesia, setidaknya ada enam metode komunikai dakwah, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Yaitu (1) Qaulan Maisura (QS. al-Isra, 17:28), (2) adalah Qaulan Sadida(QS. al-Nisa, 04:09), (3) Qaulan Layyina(QS. Thaha, 20:44), (4) Qaulan Ma’rufa (QS. al-Nisa, 04:05), (5) Qaulan Baligha (QS. al-Nisa, 04:63), dan (6) Qaulan Karima(QS. al-Isra, 17:23).

Walaupun pada dasarnya keenam kata kunci di atas diawali oleh kata Qaulan yang berarti dialog, perkataan, dan pendapat, namun pengertiannya secara semantik berbeda satu sama lain. Qaulan Maisura diartikan sebagai berdialog dengan menggunakan kata atau struktur kalimat yang mudah dipahami oleh orang-orang, tidak bertele-tele, singkat namun padat, serta mengenai substansi daripada tema dialog itu sendiri. Kemudian Qaulan Sadidayaitu dialog dengan menitik beratkan padakalimat atau struktur katayang mengarah pada konsep kejujuran, menyampaikan sesuatu apa adanya, tanpa dikurangi dan ditambah. Hal inilah yang kemudian melahirkan sebuah motto di kalangan para kaum intelektual bahwa, seorang ilmuwan bisa salah, namun tidak untuk berbohong.

Qaulan Layyinaatau dialog dengan menggunakan kalimat atau struktur kata dengan cara lemah lembut, tidak kasar, tidak mencaci yang menyakitkan hati. Islam sangat melarang cacian, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Selanjutnya Qaulan Ma’rufayaitu dialog yang menggunakan kalimat atau struktur kata yang bermutu, relevan dengan perkembangan zaman, sehingga dalam hal ini Islam tidak menjadi sebuah agama yang jumud, jauh dari wacana kekinian.

Qaulan Baligha adalah dialog dengan cara menggunakan kalimat atau truktur kata yang mampu menggugah psikologisnya, sehingga pesan yang disampaikan menarik simpati dan dikenang dalam hati sanubari seseorang. Sedangkan yang terakhir adalah Qaulan Karimaatau dialog dengan menggunakan kalimat atau struktur kata yang mulia, inilah yang paling utama, mengingat Islam itu identik dengan akhlak dan prilaku yang mulia.

Rasulullah s.a.w. dalam menyampaikan dakwah Islamiyah selalu mengedepankan keenam konsep tersebut, sehingga dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, Islam bisa diterima oleh sebagian besar penduduk Arab yang saat itu dikenal sebagai bangsa yang keras dan jauh dari nilai-nilai humanisme. Agaknya, memang sudah menjadi takdir Ilahi dan ini menjadi keistimewaan sendiri dari sosok beliau yang dianugerahkan oleh Allah “Jawami’ al-Kalim”, yaitu kemampuan mengolah kata, isinya padat namun mampu menggugah daya psikologis lawan bicara. Sehingga dengan demikian, apa yang keluar dari lisan Rasulullah, tidaklah sebuah ungkapan yang bernada negatif, namun sebuah wahyu yang diwahyukan. Pengertian inilah yang kemudian dianut oleh orang Jawa dengan dengan istilah Sabdo Pandito Ratu. 

Risalah perdamaian dalam Islam sendiri sebenarnya telah dideglarasikan oleh Rasulullah dalam sebuah kesempatan saat haji perpisahan. Kerangka perdamaian itu kemudian menjadi acuan bagi risalah-risalah setelahnya semisal Magna Charta dan Declaration of Human Rights.Intinya adalah pertumpahan darah merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam, baik kaitannya dengan individu maupun kelompok. Dalam kesempatan itu Rasulullalh s.a.w. besabda: “Saudara-saudaraku, sesungguhnya darah dan hartamu haram bagimu satu dengan yang lain kecuali dengan jalan yang sah, sampai kamu sekalian berjumpa dengan Allah, sebagaimana larangan atasmu pada hari ini dan tempat ini. Kamu semua akan berjumpa dengan Allah, kamu semua akan dimintai pertanggungan jawab tentang amal perbuatan mu. Saksikanlah bahwa aku telah menyampaikan hal itu kepadamu. Siapa yang menyimpan amanat seorang dari kalian hendaklah amanat itu ditunaikan kepada yang mengamanatkannya”.

Pasca konflik yang terjadi di negara-negara Islam Timur Tengah yang bersumber pada konflik sektarian, rupanya konsep keberagamaan di Indonesia mulai dilirik oleh dunia Internasional. Indonesia dinilai berhasil dalam menjaga kerukunan antar umat beragama. Nilai-nilai toleransi dan humanisme dipegang teguh oleh rakyat Indonesia. Budaya lokal dijaga namun tetap menjunjung tinggi simbol-simbol agama sebagai bentuk keyakinan kepada Tuhan yang Maha Esa. Indonesia menawarkan sebuah gagasan tentang wajah Islam yg humanis dan toleran, yaitu Islam Nusantara.

Menurut pandangan Prof. Dr. Abd. Mun’im yang juga perwakilan Grand Syaikh Al-Azhar Kairo, saat ini dunia butuh kepada konsep Islam Nusantara yg digagas oleh Indonesia. Konsep Islam Nusantara sama dengan Manhaj Al-Azhar, yaitu moderat, toleran, dan humanis. Dengan kolaborasi dan sinergitas antara budaya serta dogma agama, diharapkan Islam Nusantara mampu menjadi manhaj yang merepresentasikan Islam damai dan perdamaian dunia. Semoga..!

Mohammad Khoiron
Penjual kopi keliling di Taman Ayodya, Blok. M.

No comments:

Post a Comment

Pages