Membenahi atau Dibenahi NU?

Membenahi atau Dibenahi NU?

NU (Nahdlatul Ulama) itu makhluk sangat seksi, sekali. Secara paham keagamaan mempunyai karakter sendiri, demikian pula paham kebangsaan atau kemasyarakatan. Bagi mereka yang berbeda paham, di satu sisi, melihat NU sebagai sasaran untuk dimusuhi begitu jelas, besar dan vulgar. Di sisi lain, NU bisa dilihat sebagai pihak yang mampu menjadi pengayom atau pelindung. Gampanganya, seksi bagi kawan maupun lawan. Dari segi jumlah jamaah (anggota), luar biasa besar. Ini dari sudut politik, adalah kekuatan suara  (vote) yang jelas. Sudut ekonomi dilihat sebagai pasar yang menggiurkan.

Artinya, dari berbagai sudut, NU itu mempunyai daya tarik. Siapa saja bisa tertarik, apakah kemudian dekat atau masuk juga bisa terjadi. Ada yang tertarik mendekat atau masuk berharap mendapat nilai lebih (keuntungan), hampir tidak ada yang berharap merugi dengannya. Ada juga yang begitu heroik, ingin menyelamatkan NU dan ingin memperbaiki NU.

KH Munasir Ali berpesan kepada KH Muchit Muzadi, “Chith, dulu orang-orang tua masuk NU, niat ndandakno awak (memperbaiki diri)”. Nasehat ini bisa menjadi pegangan bagi generasi NU sekarang. Menata niat ketika masuk menjadi bagian NU. Buanglah niat untuk “Ndandani” (membenahi, memperbaiki NU). Ikut saja pada qanun asasi dan khittah 1926 itu sudah lebih dari cukup untuk berhidmat. Apakah pemikiran kita sudah sesuai atau belum. Ketika belum, maka dandanilah dengan dua dasar itu, begitu pula dalam berdakwah atau berkarya di masyarakat. Jika demikian, maka otomatis NU akan tetap menjadi pesantren besar bagi semua anggotanya.

Oleh -Cak Sururi
Red-A Wahab

No comments:

Post a Comment

Pages